Pengujian Substantif dalam Program Pemeriksaan

April 26, 2011 at 5:04 pm 2 comments

Oleh  :  Nurfita Kusuma Dewi

Pengujian substantif merupakan langkah ketiga dari tahap pelaksanaan pemeriksaan.  Pengujian substantif dalam tahap ini meliputi pengujian substantif atas transaksi (Substantive Test of Transaction – SToT) dan pengujian substantif tes atas saldo akun/perkiraan serta pengungkapannya dalam laporan keuangan (Test of Detail Balances – ToDB) .  Pengujian substantif juga menguji kesesuaian laporan keuangan dengan standar akuntansi pemerintahan, kecukupan pengungkapan, efektivitas sistem pengendalian internal, dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.

Pelaksanaan pemeriksaan merupakan realisasi atas perencanaan pemeriksaan yang telah ditetapkan sebelumnya.  Tahap perencanaan pemeriksaan bertujuan untuk memahami pengendalian internal entitas pada masing-masing siklus transaksi.  Dalam laporan keuangan pemerintah, ada 3 (tiga) siklus yang terkait di dalamnya yakni : (1) penerimaan, (2) pengeluaran, dan (3) pembiayaan.  Pengendalian internal masing-masing siklus transaksi ini kemudian dinilai (assess) untuk ditentukan tingkat risiko pengendaliannya (control riskCR).  Apakah masuk dalam kategori tinggi (high), sedang (medium), atau rendah (low)?


Matriks diatas hanyalah ilustrasi atas hasil penetapan risiko dalam tahap perencanaan pemeriksaan.  Pada kenyataannya, matriks seperti ini hampir tidak akan ditemui dalam setiap Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP).  Penetapan risiko, terutama CR dan IR, biasanya akan digabung dalam worksheet penetapan tolerable error (TE).

Risiko pengendalian (CR) berkaitan erat dengan pengujian pengendalian Sistem Pengendalian Intern (Test of Control – ToC).  ToC hanya akan dilakukan pada siklus yang memiliki CR rendah (L- low).  Maka berdasarkan matriks di atas, hanya siklus pembiayaan yang akan diuji pengendalian internalnya.  Hal ini dilakukan agar pemeriksa memiliki keyakinan bahwa pengendalian pada siklus pembiyaan memang benar-benar efektif.

Untuk siklus penerimaan dan pendapatan, pemeriksa dapat langsung loncat ke pengujian substantif (SToT dan ToDB).  ToC tidak perlu dilakukan pada siklus dengan CR sedang (M – medium) dan tinggi (H – high) demi efektifitas dan efisiensi pemeriksaan.  Pemeriksa tidak perlu mengumpulkan bukti dari ToC atas siklus keuangan yang jelas-jelas menunjukkan penerapan SPI yang buruk berdasarkan tahap perencanaan pemeriksaan.

Tujuan utama ToC adalah untuk meyakinkan pemeriksa bahwa pengendalian intern yang ada benar-benar berjalan efektif.

Namun demikian, ToC dapat pula tidak dilakukan meski CR dalam siklus tersebut terdeteksi rendah.  Pemeriksa dapat langsung melakukan SToT dan ToDB pada siklus tersebut jika perbandingan biaya dan hasil yang didapatkan tidak relevan (Cost Benefit Analysis – CBA).

.

Program Pemeriksaan

Ketika pemeriksa telah memutuskan untuk melakukan ToC, SToT, atau ToDB untuk masing-masing siklus, maka langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah menyusun program pemeriksaan (audit programme).  Program pemeriksaan berisi langkah-langkah yang akan dilakukan pemeriksa untuk mengumpulkan bukti pemeriksaan yang akan dituangkan dalam KKP.  Berikut ini adalah beberapa hal yang harus termuat dalam program pemeriksaan yang disusun oleh Ketua Tim Pemeriksa  :

1.  Jenis Pengujian

Ketua Tim harus menentukan terlebih dahulu jenis pengujian yang akan dimuat dalam program pemeriksaan untuk masing-masing siklus.  Apakah program pemeriksaan ToC untuk siklus pembiayaan, SToT untuk siklus pendapatan, atau ToDB untuk siklus penerimaan.  Hal ini penting dilakukan agar anggota tim dapat mengetahui dengan jelas maksud dari pengumpulan bukti yang akan dilakukan.

2.  Tujuan Pemeriksaan

Dalam tujuan pemeriksaan, Ketua Tim harus menentukan terlebih dahulu atribut untuk masing-masing asersi pengujian.  Misal dalam ToC siklus pembiayaan, untuk asersi kelengkapan (completeness) maka atribut yang harus diuji adalah prenumbered document, otorisasi, pemisahan fungsi, dan lain-lain.  Hal ini harus dilakukan agar semua asersi yang terkait dengan tujuan pemeriksaan dalam masing-masing pengujian (ToC, SToT, dan ToDB) dapat terpenuhi dalam tahap pelaksanaan pemeriksaan.

3.  Prosedur Pemeriksaan

Prosedur pemeriksaan berisi langkah-langkah spesifik yang akan dilakukan anggota tim dalam pengumpulan bukti.  Prosedur pemeriksaan disini tidak bersifat kaku.  Ketua Tim dapat mengubah isi prosedur pemeriksaan ketika fakta di lapangan memang tidak memungkinkan untuk melakukan prosedur audit yang dimaksud sepanjang tetap melakukan konsultasi dengan Supervisor.  Hal ini dilakukan sesuai dengan prinsip auditor yakni  :  “Do what you write and write what you do!

Misal untuk prosedur pemeriksaan hitung jumlah kendaraan dinas yang ada di kantor Pemerintah Daerah “XYZ”.  Jika kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa tidak ada satu kendaraan dinas pun yang ada di kantor ketika pelaksanaan pemeriksaan dilakukan, maka pemeriksa tentu saja tidak dapat melakukan “penghitungan” atas kendaraan dinas yang ada.  Prosedur audit dapat diubah dengan “observasi” atau “wawancara” untuk mengetahui alasan dibalik tidak adanya kendaraan dinas di kantor tersebut.

Selain itu, prosedur pemeriksaan harus mengandung kata kerja spesifik.  Spesified what you done!  Langkah-langkah dalam prosedur pemeriksaan harus memuat teknik-teknik audit.  Teknik-teknik audit merupakan cara memperoleh bahan bukti yang berkaitan erat dengan jenis bukti audit yang akan diperoleh.  Ada 8 (delapan) jenis bukti audit yang terdapat dalam buku Auditing dan Jasa Assurance (Arens, 2006) yakni  :

a.  Pemeriksaan fisik (physical examination)
b.  Konfirmasi (Confirmation)
c.  Dokumentasi (Documentation)
d.  Prosedur Analitis (Analytical Procedures)
e.  Wawancara dengan klien (Inquiries of The Client)
f.   Rekalkulasi (Recalculation)
g.  Pelaksanaan ulang (Reperformance)
h.  Observasi (Observation).

Untuk mendapatkan bukti-bukti seperti disebutkan di atas, maka program pemeriksaan harus memuat perintah-perintah yang spesifik.  Hindari kata kerja seperti “Periksa”, “Yakinkan”, “Teliti” dan kata-kata kerja umum lainnya.  Sebaliknya gunakan kata kerja spesifik seperti “Examine“, “Vouching”, “Calculate”, dan lain sebagainya.  Hal ini perlu dilakukan untuk memudahkan anggota tim melakukan pengumpulan bukti sesuai dengan tujuan dan asersi pemeriksaan yang ditulis dalam program pemeriksaan.

4.  Ukuran sampel

Tidak semua program pemeriksaan dapat dilakukan dengan mengumpulkan sampel.  Untuk teknik pemeriksaan yang berkaitan dengan “observasi” tentu saja sampling tidak dapat dilakukan.  Untuk kategori program pemeriksaan seperti ini, pemeriksa dapat membubuhkan kata “N/A” (not applicable) di dalam KKP.

Untuk program audit yang membutuhkan sampel, maka pencantuman ukuran sampel dalam program pemeriksaan menjadi penting.  Seberapa besar dan seberapa jauh pemeriksaan yang seharusnya dilakukan akan sangat membantu anggota tim dalam menentukan batas jumlah sampel yang diperlukan guna mendukung penerbitan opini di akhir pemeriksaan (reliable).

5.  Cara Sampling

Selain ukuran sampel, cara sampling pun penting untuk dicantumkan dalam program pemeriksaan.  Pemilihan sampel dapat dilakukan secara probabilistik dan nonprobabilistik, kemudian statistik dan nonstatistik.  Masing-masing cara memiliki jenis sampling yang berbeda-beda pula, misalnya directed sample selection, block sample selection, random sample, systematic sample selection, dan sebagainya.  Ketika metode sampling ini telah ditentukan dan dicantumkan dalam program pemeriksaan oleh Ketua Tim, maka anggota tim pun akan dapat melakukan sampling dengan mudah.

6.  Timeline

Penetapan waktu pengumpulan bukti pun dicantumkan dalam program pemeriksaan.  Kita mengenal ada 2 (dua) jenis pelaporan keuangan yakni before balancing date dan after balancing date.  Dalam audit bisnis, sebuah perusahaan dimungkinkan untuk menerbitkan in-house report, yakni laporan keuangan (biasannya Neraca dan Laporan Laba Rugi) yang terbit dua minggu setelah tanggal 1 Januari.  Bahkan ada pula laporan audit yang terbit bersamaan dengan terbitnya laporan keuangan.  Kejadian yang terakhir ini sering disebut dengan hard-close audit.  Hal-hal seperti inilah yang membuat timeline menjadi hal penting dalam pelaksanaan pemeriksaan.  Apakah anggota tim dimungkinkan untuk mengumpulkan bukti sebelum tanggal tutup buku ataukah setelah tanggal tutup buku (ketika laporan keuangan diterima oleh pemeriksa).

Ada dua jenis format penyusunan program audit, yakni Design Format dan Performace Format.  Design Format memungkinkan program pemeriksaan disusun berdasarkan asersi pemeriksaan, sedangkan Performance Format memungkinkan program pemeriksaan disusun berdasarkan tujuan pemeriksaan.  Pemilihan format ini tidak mempengaruhi isi program audit karena pada dasarnya langkah pemeriksaan yang satu berkaitan dengan langkah pemeriksaan yang lain.  Sehingga tidak menutup kemungkinan dalam satu langkah pemeriksaan bisa digunakan untuk menguji dua atau tiga asersi sekaligus.

Untuk program audit berdasarkan Performance Format dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Namun sayangnya, tidak semua Tim Pemeriksa menggunakan tabel Program Pemeriksaan seperti tersaji di atas.  Program Pemeriksaan dalam KKP yang ada selama ini, mayoritas hanya menyajikan tujuan dan prosedur pemeriksaan tanpa menyinggung ukuran sampel, cara sampling, dan penetapan waktu pengumpulan bukti.  Prosedur pemeriksaan pun hanya dituangkan dalam Cover Sheet pemeriksa yang tidak memuat langkah-langkah spesifik terkait dengan jenis bukti pemeriksaan yang akan didapatkan.

Praktik seperti ini seharusnya bertentangan dengan Petunjuk Teknis Pemeriksaan LKPD 2008.  Di dalam lampiran 3.12 yang memuat matriks pengujian substantif, tampak bahwa ada lima asersi yang seharusnya mampu dibuktika oleh pemeriksa melalui program pemeriksaan yang disusun.  Memang di dalam Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan 2008 pun, tahap Pengujian Substantif atas Transaksi dan Saldo dilaksanakan dalam satu tahap.  Namun jika dicermati lebih jauh, maka akan tampak bahwa Juknisnya sendiri menghendaki dua tahap pengujian substantif ini dipisah berdasarkan asersi masing-masing.

Jika saja setiap pemeriksa mau peduli dan melakukan inovasi dalam penyusunan program pemeriksaan, maka opini yang diterbitkan atas laporan keuangan pemerintah pun akan lebih reliable.  (blog.akusukamenulis)

.

::: Aksi COPYPASTE tanpa menyebutkan sumber adalah sebuah PLAGIASI! :::

.

Sumber  :

Arens, A. Alvin, dkk.  Auditing dan Jasa Assurance. Penerbit Erlangga.  Jakarta : 2006.

Entry filed under: audit. Tags: , , , , , , , , .

Gudang Data dalam Customer Relationship Management

2 Comments Add your own

  • 1. chimanx  |  May 18, 2011 at 5:33 pm

    permisi, numpang bookmark ya :3

    Reply
  • 2. baabamz  |  January 9, 2012 at 10:25 pm

    thx share nya 🙂

    Reply

Leave a reply to baabamz Cancel reply

Trackback this post  |  Subscribe to the comments via RSS Feed


The Shining Moon

Categories

Quotes of The Day

Visitors

  • 268,595 People